![]() |
Foto/Setkab.go.id |
Di bagian lain blog ini (Baca: Mengejar Tax Amnesty) saya sempat menduga Presiden
Jokowi baru akan merombak kabinetnya paling cepat pada akhir September 2016
bertepatan dengan periode pertama program pengampunan pajak berakhir.
Bagaimana pun, saat program pengampunan pajak berjalan,
aliran modal asing kian kencang membanjiri pasar, indeks harga saham gabungan
menanjak tinggi, satu yang dibutuhkan adalah menjaga kepercayaan pelaku pasar
ini.
Akan tetapi, seperti biasanya langkah-langkah Presiden
Jokowi yang tak mudah diterka, melakukan perombakan kabinet di saat optimisme pasar meninggi. Menteri-menteri di
bidang ekonomi dirombak. Rupanya, orang yang dipilih pun tetap mampu membawa sentimen positif
bagi pasar. Perombakan yang membawa euforia baru di pasar modal.
Saat pengumuman kabinet berlangsung pada Rabu siang, IHSG
sempat menyentuh level 5.300, level tertinggi sepanjang tahun ini meski pada
sesi perdagangan akhirnya ditutup di level 5.274,36 atau naik 0,96%
dibandingkan sehari sebelumnya.
Nilai beli bersih (net buy) investor asing pada perdagangan
Rabu tercatat Rp617,5 miliar. Sepanjang tahun ini, net buy asing sudah mencapai
Rp22,75 triliun.
Selain sentimen regional yang mempengaruhi pasar, masuknya
sosok Sri Mulyani Indrawati yang kembali duduk sebagai Menteri Keuangan
menciptakan keyakinan baru.
Sri Mulyani yang pernah menjabat sebagai menkeu di era
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dikenal cakap dan disiplin mengelola anggaran
negara.
Ketegasan Sri Mulyani dalam mengelola anggaran serta tak mau
didikte oleh kepentingan politik inilah yang membuat peran Sri Mulyani di kabinet
Jokowi-JK menjadi penentu.
Bagaimana pun harus disadari, Presiden Jokowi saat ini tentu
merasakan betapa hebatnya tekanan mengelola negara. Jika tekanan itu dari
lingkup ekonomi, barangkali masih bisa diatasi.
Namun, tekanan politik, keterlibatan parlemen dalam menyusun
anggaran negara, kepentingan ekonomi setiap partai politik (parpol), ini butuh
keahlian tersendiri dalam mengatasi. Dan, pilihan Presiden Jokowi memilih Sri Mulyani, rasanya
dalam kapasitas itu.
Presiden Jokowi memberi ruang bagi masuknya parpol
pendukungnya ke dalam Kabinet Kerja. Dengan demikian, dukungan terhadap
pemerintah di parlemen saat ini menjadi dominan. Catat, Jokowi-JK saat ini
didukung oleh PDI Perjuangan, Nasdem, Hanura, PKB, PPP, Golkar, dan PAN.
Sedangkan di kubu oposisi, tersisa Gerindra dan PKS. Sedangkan
Partai Demokrat sejak awal memilih di jalur tengah.
Artinya, dengan komposisi itu, kekuatan suara dan kursi di
parlemen dalam setiap pembahasan kebijakan dan anggaran negara, bisa berjalan lebih mulus.
Masuknya Golkar—partai ‘tua’ dan paling piawai dalam
berpolitik termasuk memainkan strategi anggaran— sebagai pendukung pemerintah,
memang harus diterima dengan lapang dada.
Meski terkesan hanya satu kader Golkar di Kabinet Kerja
lewat Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, sejatinya banyak alumni Golkar yang
bercokol di kabinet.
Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Kemaritiman Luhut B.
Panjaitan, merupakan tokoh senior Golkar. Menkopolhukam Wiranto pernah menjadi
calon presiden yang diusung Golkar di Pilpres 2004, Menteri Perdagangan
Enggartiasto Lukita merupakan Wakil Bendahara di Golkar sebelum menyeberang ke
Nasdem.
Presiden juga memberi kesempatan kader PAN masuk ke kabinet, setelah dukungan partai itu ke pemerintahan, selain tetap mempertahankan komposisi lain dari PDIP, PPP, PKB, dan Hanura.
Dengan semakin banyak menteri berlatar belakang parpol di kabinet,
Presiden Jokowi menyadari betul bahwa pembangunan harus tetap berjalan. Pembahasan anggaran melalui parlemen harus dijaga agar tak sekadar
dijadikan sebagai komoditas untuk memenuhi syahwat politik dan kepentingan kelompok tertentu.
Memilih Sri Mulyani di posisi menkeu, adalah cara Presiden Jokowi menjaga keseimbangan itu. Jokowi berkompromi dengan memberi kesempatan parpol yang haus kekuasaan masuk kabinet, namun di satu sisi menjaga anggaran negara tetap berada di jalur belanja yang benar.
Fokus pemerintah membangun infrastruktur butuh dana tak
sedikit. Kemampuan anggaran yang terbatas, harus dimaklumi untuk dimanfaatkan
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Bukan memenuhi kantong-kantong parpol
dan kelompok tertentu.
Inilah yang ditugaskan Jokowi kepada Sri Mulyani. 'Melawan' kepentingan parpol dan kelompok tertentu dalam memainkan anggaran negara.
Inilah yang ditugaskan Jokowi kepada Sri Mulyani. 'Melawan' kepentingan parpol dan kelompok tertentu dalam memainkan anggaran negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar