Kamis, 21 Juli 2016

Melupakan Sejenak Reshuffle, Mengejar Tax Amnesty



Foto/Setkab.go.id

Isu perombakan (reshuffle) kabinet di pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla acapkali mewarnai pemberitaan di media nasional. Beberapa media bahkan pernah menulis besar-besar judul di halaman depannya yang menyebut reshuffle tinggal menghitung hari.

Namun, sudah berhari-hari bahkan hampir sebulan, perombakan kabinet itu tak kunjung tiba. Di sejumlah grup jejaring sosial, isu perombakan kabinet tak kalah dasyat.

Bahkan ada yang menyebut daftar nama menteri yang bakal masuk dan diganti serta tanggal pelaksanaan reshuffle. Satu di antaranya Presiden Jokowi bakal melantik pejabat baru di lingkungan Badan Intelijen Negara (BIN) bersamaan dengan pelantikan Kapolri Tito Karnavian pada 14 Juli 2016.

Sampai saat ini, selain Jenderal Tito belum ada menteri maupun pejabat setingkat menteri baru yang dilantik Jokowi.Kalaupun ada, Rabu (20/7/2016), Presiden melantik Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Selanjutnya, muncul pertanyaan apakah reshuffle kabinet jadi dilakukan oleh Presiden Jokowi sejak koalisi pendukung pemerintahan bertambah dengan masuknya Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar?


Spekulasi memang mengalir kencang. Konon, Partai Golkar sudah menyiapkan kombinasi kader senior-yunior untuk masuk kebinet Jokowi-JK. PAN barangkali menyiapkan kader potensial serupa kendati mereka sudah memperoleh pos lebih awal di lingkungan sayap pemerintahan melalui jabatan Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) yang dijabat Soetrisno Bachir.

Mencermati gelagatnya, Presiden Jokowi sepertinya ingin menunjukkan power bahwa reshuffle adalah kewenangannya. Orang-orang di lingkungan Presiden Jokowi seperti juru bicara Kepresidenan Johan Budi dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung, berkali-kali menegaskan soal ini.

Perombakan kabinet adalah hak prerogatif Presiden. Presiden ingin menunjukkan bahwa hak itu tak bisa diutak-atik dan dipengaruhi pihak manapun.

Makanya, jika kemudian muncul berbagai spekulasi soal nama-nama menteri yang bakal bergeser posisi atau bahkan didepak, semuanya ditangan Presiden Jokowi. Kalaupun memang benar nama-nama itu sudah disiapkan, Presiden terlihat ingin memberi ‘kejutan’ supaya dirinya tidak terkesan ditekan-tekan oleh media maupun kepentingan politik lainnya.

Dalam pemilihan Tito Karnavian sebagai Kapolri, Jokowi memilih jalur di luar tradisi. Dan sepertinya, dalam urusan perombakan kabinet juga dilakukan demikian.

Maklum saja, parpol pendukung pemerintahan tentu ingin memasukkan atau mempertahankan kadernya di pemerintahan.

Masih ingat dengan manuver PDI Perjuangan yang langsung menyerang personal di kabinet maupun pejabat lain, seperti Menteri BUMN Rini M. Soemarno dan RJ. Lino? Padahal publik tahu benar PDIP adalah partai pengusung Jokowi.  

Serangan itu tak cukup mempan membuat Presiden Jokowi merombak pasukannya. Kalaupun ada, hanya sekali yang dilakukan pada Agustus 2015.

Saat itu Presiden mengganti Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edy P untuk dialihkan ke Luhut B.Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil digeser menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional lalu digantikan oleh Darmin Nasution.

Jabatan Menteri PPN sebelumnya dijabat oleh Andrinof Chaniago. Lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo diganti Rizal Ramli, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel digeser oleh Thomas Lembong. Termasuk mengganti Sekretaris Kabinet dari Andy Widjajanto kepada Pramono Anung.

Belakangan ini, isu perombakan kabinet memang tenggelam oleh kegiatan roadshow Presiden Jokowi untuk sosialisasi program pengampunan pajak.

Sejak UU Pengampunan Pajak disahkan pada 28 Juni 2016, pemerintah memang langsung bergerak. Respons pelaku pasar modal terhadap tax amnesty cukup positif. Aliran modal di bursa Indonesia mengalir deras. (Baca: Berkah Tax Amnesty)

Sepanjang Januari hingga akhir sesi perdagangan Rabu (20/7/2016) nilai beli bersih (net buy) oleh investor asing mencapai Rp21,39 triliun. Bahkan, derasnya aliran modal terasa pada akhir Juni hingga pertengahan Juli 2016.

Sinyal pasar ini menunjukkan bahwa kepercayaan investor asing terhadap prospek ekonomi dalam negeri cukup baik, di luar sentimen regional lain yang acapkali kian memperkuat pasar modal.

Melihat sibuknya Presiden Jokowi menggelar sosialisasi amnesti pajak dan bullish-nya kondisi market dalam negeri, rasanya reshuffle kabinet menjadi agenda kesekian yang sementara disimpan. Tinggal kita tunggu hasil evaluasi program tax amnesty sesi pertama pada September mendatang.

Jika hasilnya masih kurang menggembirakan atau tidak sesuai harapannya, siap-siap saja perombakan dilakukan dan sejumlah wajah baru menghiasi kabinet. Dalam pemerintahan, pergantian menteri adalah hal biasa.

Lebih biasa lagi kelompok tertentu yang menggoreng isu supaya segera dilakukan perombakan kabinet tanpa berpikir bahwa kondisi itu kerap memunculkan ketidakpastian bagi pelaku pasar. Bagaimana pun dalam kondisi saat ini, pasar lebih butuh ketenangan, bukan basa-basi politik yang tidak menenteramkan.   

Tidak ada komentar: