![]() |
Foto/Setkab.go.id |
Isu perombakan (reshuffle) kabinet di pemerintahan Presiden
Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla acapkali mewarnai pemberitaan di
media nasional. Beberapa media bahkan pernah menulis besar-besar judul di
halaman depannya yang menyebut reshuffle tinggal menghitung hari.
Namun, sudah berhari-hari bahkan hampir sebulan, perombakan kabinet
itu tak kunjung tiba. Di sejumlah grup jejaring sosial, isu perombakan kabinet tak
kalah dasyat.
Bahkan ada yang menyebut daftar nama menteri yang bakal
masuk dan diganti serta tanggal pelaksanaan reshuffle. Satu di antaranya Presiden
Jokowi bakal melantik pejabat baru di lingkungan Badan Intelijen Negara (BIN)
bersamaan dengan pelantikan Kapolri Tito Karnavian pada 14 Juli 2016.
Sampai saat ini, selain Jenderal Tito belum ada menteri
maupun pejabat setingkat menteri baru yang dilantik Jokowi.Kalaupun ada, Rabu
(20/7/2016), Presiden melantik Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT) dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Selanjutnya, muncul
pertanyaan apakah reshuffle kabinet jadi dilakukan oleh Presiden Jokowi sejak
koalisi pendukung pemerintahan bertambah dengan masuknya Partai Amanat Nasional
(PAN) dan Partai Golkar?
Spekulasi memang mengalir kencang. Konon, Partai Golkar
sudah menyiapkan kombinasi kader senior-yunior untuk masuk kebinet Jokowi-JK.
PAN barangkali menyiapkan kader potensial serupa kendati mereka sudah
memperoleh pos lebih awal di lingkungan sayap pemerintahan melalui jabatan
Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) yang dijabat Soetrisno
Bachir.
Mencermati gelagatnya, Presiden Jokowi sepertinya ingin menunjukkan power bahwa reshuffle adalah kewenangannya. Orang-orang di lingkungan Presiden Jokowi seperti juru bicara Kepresidenan Johan Budi dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung, berkali-kali menegaskan soal ini.
Perombakan kabinet adalah hak prerogatif Presiden. Presiden
ingin menunjukkan bahwa hak itu tak bisa diutak-atik dan dipengaruhi pihak
manapun.
Makanya, jika kemudian muncul berbagai spekulasi soal
nama-nama menteri yang bakal bergeser posisi atau bahkan didepak, semuanya
ditangan Presiden Jokowi. Kalaupun memang benar nama-nama itu sudah disiapkan,
Presiden terlihat ingin memberi ‘kejutan’ supaya dirinya tidak terkesan
ditekan-tekan oleh media maupun kepentingan politik lainnya.
Dalam pemilihan Tito Karnavian sebagai Kapolri, Jokowi
memilih jalur di luar tradisi. Dan sepertinya, dalam urusan perombakan kabinet juga
dilakukan demikian.
Maklum saja, parpol pendukung pemerintahan tentu ingin
memasukkan atau mempertahankan kadernya di pemerintahan.
Masih ingat dengan manuver PDI Perjuangan yang langsung
menyerang personal di kabinet maupun pejabat lain, seperti Menteri BUMN Rini M.
Soemarno dan RJ. Lino? Padahal publik tahu benar PDIP adalah partai pengusung
Jokowi.
Serangan itu tak cukup mempan membuat Presiden Jokowi
merombak pasukannya. Kalaupun ada, hanya sekali yang dilakukan pada Agustus
2015.
Saat itu Presiden mengganti Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edy P untuk dialihkan ke Luhut B.Panjaitan, Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil digeser menjadi Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional lalu digantikan oleh Darmin Nasution.
Jabatan Menteri PPN sebelumnya dijabat oleh Andrinof
Chaniago. Lalu, Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo diganti Rizal
Ramli, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel digeser oleh Thomas Lembong. Termasuk mengganti
Sekretaris Kabinet dari Andy Widjajanto kepada Pramono Anung.
Belakangan ini, isu perombakan kabinet memang tenggelam oleh
kegiatan roadshow Presiden Jokowi untuk sosialisasi program pengampunan pajak.
Sejak UU Pengampunan Pajak disahkan pada 28 Juni 2016,
pemerintah memang langsung bergerak. Respons pelaku pasar modal terhadap tax
amnesty cukup positif. Aliran modal di bursa Indonesia mengalir deras. (Baca: Berkah Tax Amnesty)
Sepanjang Januari hingga akhir sesi perdagangan Rabu
(20/7/2016) nilai beli bersih (net buy) oleh investor asing mencapai Rp21,39
triliun. Bahkan, derasnya aliran modal terasa pada akhir Juni hingga
pertengahan Juli 2016.
Sinyal pasar ini menunjukkan bahwa kepercayaan investor
asing terhadap prospek ekonomi dalam negeri cukup baik, di luar sentimen
regional lain yang acapkali kian memperkuat pasar modal.
Melihat sibuknya Presiden Jokowi menggelar sosialisasi amnesti pajak dan bullish-nya
kondisi market dalam negeri, rasanya reshuffle kabinet menjadi
agenda kesekian yang sementara disimpan. Tinggal kita tunggu hasil evaluasi program tax amnesty sesi
pertama pada September mendatang.
Jika hasilnya masih kurang menggembirakan atau tidak sesuai
harapannya, siap-siap saja perombakan dilakukan dan sejumlah wajah baru
menghiasi kabinet. Dalam pemerintahan, pergantian menteri adalah hal biasa.
Lebih biasa lagi kelompok tertentu yang menggoreng isu
supaya segera dilakukan perombakan kabinet tanpa berpikir bahwa kondisi itu kerap memunculkan ketidakpastian bagi pelaku pasar. Bagaimana pun dalam
kondisi saat ini, pasar lebih butuh ketenangan, bukan basa-basi politik yang tidak
menenteramkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar