Dalam sebuah diskusi ringan di kantor Harian Bisnis Indonesia, Senin (25/8/2014), saya tegelitik dengan analogi subsidi yang dikemukakan A. Tony Prasetiantono, ekonom dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sekaligus Komisaris Independen di PT Bank Permata Tbk.
Sebagai seorang dosen, rasanya Pak Tony mampu membawa pemahaman ekonomi makro yang kerapkali rumit, menjadi lebih terasa ringan dan segar. Dalam beberapa paparannya, dia menyajikan data dan contoh yang dapat dijadikan sebagai perbandingan di negeri ini dengan negara-negara lainnya.
Mantan asisten dosen Wakil Presiden Boediono itu mengemukakan bahwa subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memang harus dikurangi.
Usulan yang bukan asal bunyi tentunya. Hampir sebagian ekonom papan atas di negeri ini, punya argumen yang kurang lebih hampir sama.
Sebagai seorang dosen, rasanya Pak Tony mampu membawa pemahaman ekonomi makro yang kerapkali rumit, menjadi lebih terasa ringan dan segar. Dalam beberapa paparannya, dia menyajikan data dan contoh yang dapat dijadikan sebagai perbandingan di negeri ini dengan negara-negara lainnya.
Mantan asisten dosen Wakil Presiden Boediono itu mengemukakan bahwa subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memang harus dikurangi.
Usulan yang bukan asal bunyi tentunya. Hampir sebagian ekonom papan atas di negeri ini, punya argumen yang kurang lebih hampir sama.