![]() |
Foto/KPU DKI |
Saat berkunjung ke kantor saya, Harian Bisnis Indonesia,
saya sempat bertanya kepada Sandiaga Salahuddin Uno. Kira-kira pertanyaannya
begini, “Dari hitung-hitungan tim Anda, lebih menguntungkan mana jika Pak Ahok
[Basuki Tjahaja Purnama] maju sebagai calon independen atau diusung parpol?”
Pertanyaan itu terlontar untuk mengukur peluang Sandiaga Uno
bisa meraih kemenangan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta pada
2017. Saat itu, status Pak Sandi masih sebagai bakal calon gubenur DKI Jakarta
dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Saat datang ke kantor pun, Sandi tidak membawa embel-embel
sebagai bakal cagub. Dia berstatus sebagai Ketua Perhimpunan Pedagang Pasar
Tradisional Indonesia.
Apa jawaban Sandiaga Uno atas pertanyaan di atas? “Kami tidak pernah memperhitungkan Pak Ahok maju sebagai
calon independen. Kami yakin Pak Ahok maju diusung parpol,” jawabannya
kira-kira begitu.
Dan, Rabu-Kamis (27-28/7/2016) bertepatan dengan Rapat
Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar, Basuki Tjahaja Purnama memastikan
dirinya maju sebagai cagub DKI melalui jalur parpol. Artinya, sudah ada tiga
parpol yang sudah mendukung Ahok, yakni Partai Golkar, Partai Nasional Demokrat
(Nasdem), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Dukungan itu ditambah dengan gerakan sukarelawan Teman Ahok
yang selama setahun terakhir bergerak menghimpun dukungan public melalui
pengumpulan kartu tanda penduduk (KTP).
Teman Ahok yang terdiri dari anak-anak muda, sejak awal
berdiri sudah tegas menyatakan gerakan spontan itu tak akan terpengaruh apabila
Ahok akhirnya memilih jalur parpol, tidak melalui jalur independen.
Apapun jalur yang dipilih gubernur petahana itu, Teman Ahok
tetap pada jalannya mendukung Basuki Tjahaja Purnama sebagai cagub.
Dengan demikian, apa yang diprediksi tim Sandiaga Uno bahwa
Ahok maju melalui jalur parpol, memang benar adanya.
Tak lama kemudian, tepatnya Jumat (29/7/2016), Partai
Gerindra resmi mengusung Sandiaga Uno sebagai cagub. Ini juga menutup spekulasi
yang selama ini beredar terhadap sejumlah nama-nama lain yang disiapkan
Gerindra seperti Sjafrie Sjamsoeddin maupun Yusril Ihza Mahendra.
Sebagai informasi, syarat minimal parpol dan gabungan parpol
mengusung calaon kepala daerah adalah 20% kursi. Artinya, Ahok yang sudah
mengantongi dukungan tiga parpol mewakili 24 kursi di DPRD DKI, sedangkan Sandiaga
baru memiliki 15 kursi dari dukungan Gerindra.
Sandiaga bersama Gerindra harus mencari dukungan minimal
tujuh kursi tambahan. Jika melihat peta koalisi pemerintahan, kemungkinan besar
suara itu bisa diperoleh dari PKS (11 kursi).
Catatan saja, koalisi pemerintahan saat ini terdiri dari PDI
Perjuangan, Golkar, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), dan Hanura.
Dua partai lain, Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera
(PKS) berada di luar pemerintahan. Sementara itu, Partai Demokrat memilih jalur
tengah.
Tinggal bagaimana sikap parpol lain, terutama PDI Perjuangan
yang tanpa perlu berkoalisi dapat mengusung calon sendiri.
Pengurus teras PDI Perjuangan seperti biasa memilih bijak. Tetap
melalui mekanisme internal yang sudah disiapkan. Saat ini, ada enam bakal calon
yang disodorkan kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Nama Tri Rimasharini (Wali Kota Surabaya) yang digadang-gadang
menjadi pesaing utama Ahok, sejak awal sudah memilih mengurusi kotanya. Namun,
perubahan bisa saja terjadi tergantung titah Ibu Suri.
Hanya saja, kehadiran Presiden Jokowi, Megawati, dan Ahok dalam
satu mobil saat menghadiri Rapimnas Golkar, seperti mengirimkan sinyal adanya
ruang dialog antara Ahok dengan PDI Perjuangan.
Melihat pengalaman Mega, bisa saja selama ini dirinya memilih diam untuk menguji sejauh mana sepak terjang Ahok menghadapi tekanan politik, tekanan publik, termasuk mengendalikan dirinya sendiri dalam mengatasi serbuan itu.
Dari pengalaman mengusung Jokowi, PDI Perjuangan memang lebih memilih detik-detik akhir mengumumkan calon yang diusungnya.
Apakah PDI Perjuangan juga turut mengusung Ahok?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar