Kamis, 28 Agustus 2014

Subsidi BBM & Sepak Bola Kita

Dalam sebuah diskusi ringan di kantor Harian Bisnis Indonesia, Senin (25/8/2014), saya tegelitik dengan analogi subsidi yang dikemukakan A. Tony Prasetiantono, ekonom dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sekaligus Komisaris Independen di PT Bank Permata Tbk.

Sebagai seorang dosen, rasanya Pak Tony mampu membawa pemahaman ekonomi makro yang kerapkali rumit, menjadi lebih terasa ringan dan segar. Dalam beberapa paparannya, dia menyajikan data dan contoh yang dapat dijadikan sebagai perbandingan di negeri ini dengan negara-negara lainnya.

Mantan asisten dosen Wakil Presiden Boediono itu mengemukakan bahwa subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memang harus dikurangi.

Usulan yang bukan asal bunyi tentunya. Hampir sebagian ekonom papan atas di negeri ini, punya argumen yang kurang lebih hampir sama.



Mau tidak mau, suka atau tidak suka, pengurangan subsidi itu menyebabkan harga BBM bersubsidi naik. Kalau harga BBM naik, faktor turunannya akan lebih banyak, mulai dari kenaikan ongkos transportasi, mendorong inflasi, dan lainnya. Soal itu, terus terang ilmu saya enggak nyandak.

Itu konsekuensi logis dari sebuah kebijakan, kendati pemerintah nanti akan dicap 'menyengsarakan' rakyatnya.

Pak Tony mengambil pembanding sederhana. Tak perlu mengambil pusing-pusing asumsi makro yang sedemikian njlimet. Kebetulan Pak Tony begitu mengandrungi olahraga sepak bola, termasuk musik jazz.

Begini. Rasanya kita belum melupakan keberhasilan Brasil bertindak sebagai tuan rumah penyelenggara turnamen sepak bola Piala Dunia 2014 pada Juni-Juli lalu.

Terlepas dari kegagalan Brasil sebagai juara, toh negara itu tetap memperoleh sanjungan mampu menjadi penyelenggara yang baik. Padahal, jauh sebelum kejuaraan digelar banyak cibiran bahkan kekhawatiran mengenai kesiapan Brasil sebagai tuan rumah.


Aksi demonstrasi menentang perhelatan itu muncul di sejumlah titik. Tetapi, ujungnya tetap manis walaupun bagi suporter tuan rumah terasa sesak di dada karena negaranya tak juara.

Berapa dana yang dikeluarkan Pemerintah Brasil untuk membiayai turnamen itu?

Bloomberg melansir negara itu menghabiskan anggaran tak kurang dari US$11 miliar guna menggelar turnamen akbar itu.

Masih dikutip dari Bloomberg, Presiden Brasil Dilma Rousseff menyebut negaranya menghabiskan US$3,6 miliar untuk membangun dan merenovasi stadion, sementara anggaran lainnya dipakai menyiapkan infrastruktur pendukung bekerja sama dengan kalangan swasta.

Jika dikonversi ke rupiah, biaya US$11 miliar itu setara dengan Rp132 triliun. Dan, saya-termasuk Anda mungkin- begitu menikmati turnamen empat tahunan yang akhirnya dimenangkan oleh Jerman itu.

Jika Brasil mengeluarkan uang setara Rp132 triliun untuk belanja Piala Dunia 2014, mari kita lihat berapa besar alokasi anggaran subsidi energi dalam APBNP 2014. Jumlah yang disepakati senilai Rp453 triliun, terdiri dari subsidi BBM sekitar Rp350 triliun dan sisanya Rp103 triliun untuk subsidi listrik.

"Dengan anggaran yang relatif sama, kita sudah bisa menjadi tuan rumah piala dunia," kata Tony bercanda.

Anggaran yang dikeluarkan Brasil untuk perhelatan piala dunia separuh dari alokasi subsidi BBM di dalam negeri.


Dengan anggaran Rp132 triliun itu Brasil menata kota, membangun sarana dan prasarana, serta kelengkapan lainnya. Sementara kita, anggaran Rp350 triliun dibakar habis dijalanan.

Hal itu memberi gambaran nyata bahwa perlu keberanian pemerintah atau negara dalam menata keuangan dengan memberikan prioritas kepada sektor lainnya. Bahasa kerennya, pengalihan subsidi untuk sektor produktif, begitu kira-kira maksudnya.

Kita selalu berkeluh kesah, infrastruktur jalan yang belum mantap sepenuhnya, listrik acapkali masih byarpet, moda transportasi terasa kurang manusiawi, dll. Satu sisi, pertumbuhan kendaraan terus tinggi dan menguras konsumsi energi.

Masyarakat di Pulau Jawa, tentu dengan mudah menikmati 'minum' premium dengan harga Rp6.500. Mereka rata-rata enggan membeli Pertamax yang harganya berkisar Rp11.000.

Padahal, ada pulau lain diseberang sana yang notabene masih satu bendera dengan kita, terbiasa membeli premium dengan harga Rp20.000, bahkan Rp50.000.

Memang perlu keberanian melakukan penataan anggaran. Catatannya, anggaran itu benar-benar dimanfaatkan untuk membangun Indonesia. Bahkan kalau perlu membangun sepak bola Indonesia.

"Dengan anggaran subsidi BBM, kita tak hanya mampu membangun stadion baru. Kita juga bisa juara dunia. Caranya, wasitnya kita suap, pemainnya kita suap, FIFA kita suap," hahaha...tentu ini konteksnya guyonan.

Tidak ada komentar: