Sabtu, 13 Desember 2008

Goyang Gergaji "Barisan Sakit Hati"

Puluhan massa yang mengatasnamakan korban bencana banjir tahun 2007, tiba-tiba menduduki halaman Balaikota Solo, Kamis siang lalu.

Mereka menuntut Pemerintah Kota Solo segera mencairkan bantuan bencana senilai Rp5 miliar yang pernah diserahkan kepada pemerintah setempat dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Beberapa peserta aksi itu meneriakan, bantuan itu semestinya menjadi hak mereka, hak bagi korban bencana banjir.


Para demosntran mendesak dapat menemui secara langsung Walikota Solo Joko Widodo maupun Wakil Walikota Hady Rudiatmo.

Saat pelaksana tugas (Plt) Sekertaris Daerah Pemkot Solo Supradi Kartamenawi menemui para pendemo, mereka enggan menyampaikan permasalahan itu kepada Sekda dan tetap menuntut dua pejabat teras Kota Solo itu langsung turun tangan.

Terlepas dari tarik ulur negoasiasi itu, sedikit menarik permasalahan ke belakang, bantuan yang diberikan oleh presiden saat itu sebenarnya bukanlah bantuan murni dari institusi kepresidenan.

Bantuan yang diserahkan ke pemerintah daerah yang terkena bencana, yakni Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta, merupakan bantuan dari Departemen Sosial yang tidak seluruhnya dalam bentuk uang.

Bantuan tersebut diantaranya berupa bahan makanan dan peralatan evakuasi lainnya. Dan sepengatahuan penulis, tidak ada janji apapun yang dilontarkan oleh pemerintah memberikan bantuan uang kepada korban bencana dalam bentuk tunai.

Sehingga, tuntutan warga bantaran yang terlanda bencana banjir 2007 sebenarnya cukup salah alamat.

Satu hal yang sempat membuat penulis bertanya, mengapa aksi yang mereka gelar baru dilakukan saat ini, ketika Pemkot Solo bersama warga di sekitar bantaran gencar mensosialisasikan upaya relokasi.

Kalau memang Pemkot Solo pernah menjanjikan bantuan bagi korban bencana, entah dalam bentuk uang maupun santunan lainnya, semestinya mereka mempertanyakan itu sejak awal atau pertengahan tahun 2008.

Keanehan ini membawa satu kesimpulan dibenak penulis, bahwa aksi jalanan yang mereka gelar itu (sangat memungkinkan) ditopang oleh "barisan sakit hati" yang tengah merancang gerakan penggembosan terhadap duet Jokowi-Rudi.

Gerakan ini memang tengah gencar menyebarkan isu ke tengah publik dengan mengatasnamakan keberpihakan kepada kultur budaya Solo.

Perilaku pembangunan yang saat ini gencar dilakukan di Solo, diantaranya pembangunan hotel, mall dan apartemen, dinailai tidak senafas dengan citra Solo sebagai kota budaya yang bermartabat.

Kini, tinggal masyarakat menilai sendiri karakter pemimpin kotanya. Jangan sampai masyarakat dininabobokan oleh isu "tidak bermutu" yang ingin menggoyang anggun dan asrinya kedamaian di kota bengawan.






Tidak ada komentar: