Kamis, 03 Juli 2008

Akhir Penantian KRH Darmodipuro

Gurat kesedihan ataupun rasa kecewa, hampir tidak terpancar dari wajahnya. Berjalan gontai, diapit oleh sejumlah polisi berseragam lengkap, mungkin sudah dirasakan sebagai hal biasa selama waktu delapan bulan terakhir ini.

Dari lekuk kulitnya yang tak lagi merata di usia yang hampir menginjak 70 tahun, adalah sebuah cobaan yang mungkin dirasakannya dengan kejadian itu.

Ya, potret itu terasa lekat ketika saya mencoba merekam sosok KRH. Darmodipuro atau yang akrab disapa Mbah Hadi, Kepala Museum Radya Pusaka Kota Solo.

Museum yang berada di lintas jantung Kota Solo tersebut, sempat mencuat menjadi buah bibir publik, ketika sejumlah arca asli koleksi museum tersebut raib, sementara yang terpampang di museum tersebut diduga arca-arca palsu.

Sedikitnya ada enam arca yang diduga palsu dan nilai yang diperdagangkan diperkirakan mencapai Rp600 juta.

Kasus ini semakin menarik perhatian masyarakat, saat nama pengusaha Hasyim Djoyohadikusumo, adik dari mantan Pangkostrad Prabowo Subianto disebut-sebut terlibat dalam kasus itu.

Drama persidangan pun dimulai. Saksi-saksi yang terkait langsung dengan kasus itu dihadirkan. Drama itu semakin memanas ketika salah satu saksi ahli dari BP3, Lambang Babar Purnomo meninggal dunia. Spekulasi pun semakin menjurus kematiannya terkait dengan rencana kesaksiannya di kasus ini.

Sejurus kemudian, tepat pada hari Senin tanggal 30 Juni 2008, vonis hakim dijatuhkan kepada Mbah Hadi.

Hukuman 18 bulan penjara harus dilalui oleh Mbah Hadi. Vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Ganjar Susilo tersebut, lebih ringan enam bulan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menginginkan hukuman selama dua tahun.

Saat dibawa ke ruang tunggu tahanan seusai persidangan, Mbah Hadi tetap santai dan apa adanya.

Ketika ditanya oleh rekan-rekan wartawan, jawaban yang muncul terkadang memancing tawa di kalangan kuli tinta tersebut.

Bahkan, saat disinggung apakah dirinya akan mengajukan banding atas putusan tersebut atau tidak, Mbah Hadi menjawab enteng.

"Nggak perlu banding-bandingan," ungkapnya.

Sepertinya Mbah Hadi cukup besar hati menerima vonis itu. Dengan demikian, waktu tahanan yang tersisa sekitar delapan bulan lagi, masih akan dijalaninya.

Lalu, apa yang masih menjadi obsesi Mbah Hadi ?

Dia pernah mengutarakan mendapat kabar akan diwawancarai oleh stasiun TV Al Jazeera. Tapi, entahlah, apakah wawancara itu terwujud atau tidak, saya kurang mengetahui.

Lepas dari itu, rupanya dia masih memiliki keinginan membuka praktek ilmu spiritual yang selama ini dijalaninya.

Kemampuan spiritualnya tersebut berupa kemampuan mencarikan hari baik untuk pernikahan ataupun mendirikan rumah, bahkan beberapa hal yang terkait dengan tradisi masyarakat jawa, kemampuan Mbah Hadi cukup mumpuni.

Sebelum sidang, dirinya sempat membagikan pamflet terkait rencana praktek tersebut yang akan dilakukan di sekitar kawasan bangsal Kraton alun-alun utara.

Kini, saat vonis sudah dijatuhkan, Mbah Hadi terpaksa menunda keinginan itu. Mungkin tidak untuk hari ini mbah, mungkin nanti atau lusa, karena waktu cukup sabar menanti kiprahmu kembali.

Tidak ada komentar: