Sabtu, 18 September 2010

Indeks redam kritik presiden

Terganggukah kegiatan pasar modal setelah Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menyentil otoritas bursa ?

Hingga akhir pekan ini, apa yang disampaikan presiden sama sekali tak berdampak pada kegiatan bursa, terutama sehari setelah kritik dilontarkan yang bertepatan dengan pembukaan perdagangan.

Kritik presiden menyangkut lamanya waktu libur yang ditetapkan otoritas bursa, tidak mengakibatkan pasar modal lesu.

Meski Presiden SBY meyakini libur panjang pasar modal berpotensi menganggu aktivitas ekonomi dalam negeri.

Rabu (15/09), selang sehari setelah libur panjang, pelaku pasar modal seolah ingin menepis keraguan kepala negara.

Indeks harga saham gabungan (IHSG) melaju pada track yang cukup positif.

Perdagangan hari pertama tersebut, indeks mengukir rekor baru di level 3.357,03 naik 3,9% dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelum libur panjang.

Setelah sempat melemah pada perdagangan hari kedua, akibat aksi profit taking, indeks kembali menunjukan keperkasaan pada penutupan perdagangan akhir pekan (17/09) dengan menyentuh level 3.384,65 atau menguat 1,29% dibandingkan sebelumnya.

Keyakinan pasar pada pergerakan nilai tukar rupiah yang masih stabil diperdagangkan pada kisaran Rp8.985 serta membaiknya komoditas tambang di pasar global, menjadi faktor yang mempengaruhi penguatan indeks hari ini.

Analis PT Henan Putihrai Thombos Sitanggang mengatakan derasnya dana dari investor asing yang masih mengalir turut menopang penguatan nilai tukar rupiah, sehingga indeks turut terangkat pada penutupan perdagangan.

“Kalau dilihat pemicu penguatan indeks terlihat dari penguatan rupiah, kondisi pasar regional juga cukup baik dan Eropa membaik, terutama penguatan harga komoditas tambang di pasar global,”

Hal senada disampaikan Kepala Riset Valbury Securities Krishna Dwi Setiawan . Menurut dia aliran dana asing yang masuk ke pasar domestik di tengah kondisi bursa global dan regional Asia yang fluktuatif, memberi respons positif penguatan indeks.

Dibalik itu, lanjutnya aliran dana asing ini dipengaruhi "iming-iming" tingkat bunga rupiah terhadap dolar yang masih cukup tinggi serta keyakinan investor asing pada pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang positif.

Nilai transaksi beli bersih asing tercatat sebesar Rp314,54 miliar dengan total nilai perdagangan saham yang tercatat mencapai Rp6,51 triliun, meningkat dibandingkan dengan penutupan perdagangan sehari sebelumnya sebesar Rp6,02 triliun.

Aksi beli oleh investor asing tercatat Rp1,94 triliun, sementara aksi jual Rp1,62 triliun.

Adapun aksi korporasi PT Bakrie Telecom Tbk yang berencana mengambil alih pengelolaan divisi usaha telepon berbasis CDMA Flexi milik PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, tidak menopang pergerakan indeks.

Saham yang menopang penguatan indeks diantaranya saham Bank Mandiri, BCA, Bumi Resources dan Adaro Energy.

Pada penutupan perdagangan, saham Bakrie Telecom (BTEL) mengalami penguatan 2,44% ke level 210, sementara saham Telekomunikasi Indonesia naik 0,54% di level 9.250.

Rabu, 01 September 2010

Penjualan ban Gajah Tunggal bisa tembus Rp9,92 triliun

Produsen ban merek GT Radial, PT Gajah Tunggal Tbk mematok target penjualan bersih (net sales) tahun ini mencapai Rp9,92 triliun, naik sekitar 20%-25% dibandingkan dengan pencapaian tahun lalu sebesar Rp7,94 triliun.

Direktur dan Sekertaris Perusahaan PT Gajah Tunggal Tbk Catharina Widjaja mengatakan proyeksi kenaikan penjualan tersebut ditopang dengan target penjualan ban tahun ini yang diperkirakan mencapai lebih dari 30 juta ban.

“Penjualan ban kira-kira naik 20%, jadi tahun ini jumlah penjualan ban mencapai 30 juta. Sementara net sales tumbuh 20%-25% hingga akhir tahun ini,” ujarnya.

Dia menjelaskan pertumbuhan pasar otomotif dalam negeri serta membaiknya iklim perekonomian global berpengaruh pada pencapaian kinerja perusahaan, jika dibandingkan dengan kinerja perseroan beberapa tahun terakhir.

Resesi ekonomi pertengahan 2008 hingga penghujung 2009 cukup berdampak pada penjualan ban perseroan, terutama produk ban yang berorientasi ekspor.

Sampai dengan saat ini, perseroan mengandalkan 60% penjualan ban di pasar domestik dan 40% untuk pasar ekspor.

“Keyakinan kami ekspor tahun ini akan lebih baik dibandingkan dengan 2009, karena adanya peningkatan volume permintaan dari Amerika dan Timur Tengah,” imbuhnya.

Terjaganya perekonomiuan dalam negeri sepanjang tahun ini, menyebabkan perusahaan dengan kode emiten GJTL ini meraup laba bersih senilai Rp415 miliar di semester I/2010. Jumlah tersebut lebih tinggi 186,74% dibandingkan dengan laba bersih semester I/2009 sebesar Rp144,73 miliar.

Faktor yang mendorong kenaikan laba bersih ini, diantaranya kenaikan laba usaha semester pertama tahun ini hingga Rp668,14 miliar, dibandingkan dengan periode serupa 2009 sebesar Rp242,97 miliar.

Penjualan perseroan semester I/2010 tercatat naik 27,25%, senilai Rp4,81 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3,78 triliun.

Tahun lalu, perseroan ini membukukan laba bersih sebesar Rp905,33 miliar, setelah setahun sebelumnya mencetak kerugian hingga Rp624,79 miliar.

Proyek Tayan sumbang Rp523,3 miliar penerimaan Wika di 2011


PT Wijaya Karya (Wika) Tbk, BUMN konstruksi, mengincar penerimaan sebesar Rp523,3 miliar di tahun pertama kerjasama pembangunan pabrik Chemical Grade Alumina (CGA) di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat.

Sekertaris Perusahaan Wika Natal Argawan mengatakan perseroan telah menandatangani kerjasama proyek tersebut dengan Tsukishima Kikai Co.Ltd dan PT Nusantara Energi Abadi (Nusea) dengan jangka waktu pengerjaan proyek selama 36 bulan.

Adapun nilai investasi yang dikucurkan Wika untuk proyek tersebut mencapai US$175,01 juta atau setara dengan Rp1,57 triliun dari seluruh nilai kontrak, dengan fokus pekerjaan meliputi pembangunan fasilitas energi dan gedung administrasi.

“Proyek ini baru bisa memberikan nilai pendapatan dan dibukukan di 2011, besarannya sekitar sepertiga dari nilai investasi yang dikucurkan. Investasi kita sekitar 55,91% dari nilai proyek. Kalau komposisi Nusea dan Tsukishima kami belum mengetahui secara persis,” ujarnya.

Dia menjelaskan pabrik CGA tersebut dibangun diatas lahan seluas 36,41 ha dengan kapasitas produksi 300.000 ton per tahun.

Dengan ditandatanganinya kerjasama tersebut, dia menjelaskan ketiga konsorsium Tsukishima Kikai Co.Ltd, Nusea dan Wika ditargetkan menyerahkan proyek kepada PT Indonesia Chemical Alumina (ICA) pada Desember 2013.

PT Indonesia Chemical Alumina merupakan anak perusahaan PT Aneka Tambang (Antam).

Lewat perolehan kontrak kerja ini, Natal menambahkan perseroan berhasil membukukan kontrak baru senilai Rp4,79 triliun hingga Agustus 2010.

Perseroan mematok target meraup kontrak baru hingga Rp10 triliun tahun ini, lebih tinggi 26,58% dibandingkan nilai target tahun lalu sebesar Rp7,9 triliun.

“Realisasi kontrak kita tahun lalu mencapai Rp10,2 triliun, melebihi target yang kita patok,” tuturnya.

Adapun total nilai kontrak yang dihadapi (order book) sampai dengan Agustus 2010 telah mencapai Rp15,5 triliun atau 74,52% dari proyeksi tahun ini sebesar Rp20,8 triliun.

Pada semester I/2010, Wika berhasil mencatat pertumbuhan laba bersih 30% atau senilai Rp122,2 miliar, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat Rp94 miliar.