Sabtu, 10 Januari 2009

Sang Gerbong, Kawan yang Menjadi Tambatan Hidup

Lengking peluit petugas perjalanan kereta api (PPK), membelah kesunyian di Stasiun Solo Jebres. Laju kereta Prambanan Ekspres (Prameks) jurusan Solo-Yogyakarta merangkak pelan.

Kian lama, deru mesinnya samar terbawa angin. Pemandangan di atas rel hanya menyisakan rangkaian gerbong Solo Bengawan yang tengah disolek oleh beberapa petugas kebersihan yang setiap hari bertugas di stasiun itu.

Amat Subekti, tak begitu tinggi perawakannya dan cenderung kurus, memegang sebuah gagang pel dan tengah berusaha menjangkau bagian badan gerbong kereta Senja Bengawan yang agak tinggi.

Sesekali tangannya meraih selang panjang yang sudah tersambung dengan kran air, lalu menyemprotkan ke badan kereta itu.

Aktivitas itu setiap hari dilakukannya. Bersama dengan tujuh orang rekannya yang lain, pekerjaan sebagai tukang kebersihan kereta api telah dijalaninya selama empat tahun terakhir ini.

Lajang tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Solo tersebut, mengaku sangat menikmati pekerjaannya itu. Meski panas menyengat, muncul kesan semangat dari wajahnya saat membersihkan sedikitnya delapan gerbong dari rangkaian kereta Senja Bengawan yang kala itu menjadi kawan sepermainannya.

"Setiap hari paling tidak ada tiga rangkaian kereta yang harus dibersihkan," ujarnya saat saya menghampiri dirinya.

Menurut dia, upah yang didapatkan untuk sekali membersihkan satu rangkaian kereta, berkisar Rp25.000-Rp30.000 per hari.

Dia merinci, "Satu rangkaian kereta upahnya Rp5.000, sedangkan untuk ngobat satu gerbong Rp2.500," terangnya.

Istilah ngobat, seperti yang dikatakannya berarti membersihkan dinding kiri-kanan kereta. Ada beberapa istilah lainnya, seperti ngatap itu berarti membersihkan kotoran di bagian atas kereta.


Berangkat dari ajakan kawannya, Amat- begitu biasa ia disapa, harus memilih untuk menjalani pekerjaan itu ditengah sulitnya mencari peluang kerja di negeri ini, terlebih dengan status ijasahnya yang hanya tamatan SMP.

Setiap hari, sejak pukul 05.30 Wib, dia sudah harus bersiaga di dipo stasiun, menanti rangkaian kereta Argo Lawu yang menanti dibersihkan.

Jika tugas di rangkaian Argo Lawu usai, mulai pukul 08.30 Wib, rangkaian kereta Senja Benagawan sudah menantinya.

Tidak hanya itu, rangkaian kereta lainnya yang terparkir di dipo Stasiun Solo Jebres, sering menanti kegesitan tangannya untuk dibersihkan.

Satu hal yang kadang membuatnya gembira, saat musim Lebaran tiba, biasanya dia mendapatkan upah lebih serta diberi bingkisan dari pihak stasiun maupun manajemen yang menaungi dia bekerja.


Potret aktivitas nyata Amat Subekti, hanyalah sepenggal rentetan cerita dari kisah orang-orang yang memiliki jasa, tapi sering dipandang sebelah mata.

Saat kita menikmati perjalanan kereta dengan layanan kebersihan yang ditawarkan, sosok Amat Subekti-lah mungkin yang berada dibalik kenyamanan itu.

Jam sudah menunjukan pukul 19.00 Wib, saatnya bagi Amat Subekti beranjak pulang, setelah satu rangkaian kereta Dwipangga usai dibersihkannya.

Esok pagi, dia harus kembali menepi. Berkawan dengan selang air, kain pel lalu menari diatas rel diiringi alunan musik yang berasal dari deru kereta api.