Sabtu, 28 Juni 2008

Wajah Baru Kanwil Pajak, Eki kok Dipanggil Bapak ya...???

Hari Jumat (27 Juni 2008) lalu, terjadi pergeseran pejabat dilingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) II Jateng yang berpusat di Surakarta.

Pejabat sebelumnya, Eddi Setiadi dipasrahi untuk mengemban tugas baru memimpin Kanwil Pajak di wilayah Indonesia Timur yang meliputi Sulawesi Selatan dan sekitarnya di Makasar. Sementara, pejabat baru di Kanwil DJP II Surakarta dijabat oleh Soerjotamtomo Soedirdjo.

Pisah sambut yang berlangsung secara sederhana tersebut dihadiri oleh beberapa kolega dan rekan kerja dari jajaran kantor tersebut, serta beberapa wartawan yang sering melakukan peliputan di wilayah kantor pajak itu.

Bagi saya secara pribadi, perkenalan dengan Bapak Eddi Setiadi memang belum terjalin lama. Sejak Februari 2008 bertugas di Kota Solo, kesempatan untuk mewawancarai bapak yang satu ini baru satu kali terjadi.

Sepintas, sejumlah terobosan baru memang lahir dimasa kepemimpinan Eddi Setiadi yang kurang lebih berjalan selama 1,5 tahun lamanya.

Peluncuran layanan informasi pajak melalui Interactive Voice Response System (IVRS) bekerjasama dengan PT Telkom Surakarta serta didirikannya lembaga kajian dan penelitian tax center bersama Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, merupakan hasil yang pernah masuk dalam catatan karirnya tersebut.

Dan dalam kalimat perpisahan yang disampaikannya, dia berharap semua yang telah ditorehkan itu mampu memberi energi baru untuk meningkatan pendapatan pajak di lingkungan Kanwil DJP II Surakarta yang masuk dalam jajaran lima besar terbaik di tingkat nasional.

Bahkan, semua hasil yang telah diraih itu, akan coba diterapkan di wilayah kerjanya yang baru dengan menggandeng berbagai lembaga terkait, seperti yang telah dirintisnya selama di Surakarta.

Eki nyamar Jadi Cowok

Catatan diatas hanyalah prolog biasa, karena dalam acara pisah sambut itu, suatu kejadian menggelikan sempat terekam dalam benak saya bahkan dikalangan rekan-rekan pers yang hadir.

Ini gara-gara Eki, Sri Rejeki lengkapnya, wartawan Kompas. Dandanan boleh sebagai seorang wanita, tapi bagaimana asal, sosok ibu yang satu ini saat diminta foto bersama dipanggil bapak oleh sang Master of Ceremony (MC).

"Kepada Ibu Sekar...dan bapak Eki untuk bisa foto bersama," ucap sang MC.

Gubrak....!!!

Sejak kapan kamu jadi macho Ki...?? Tapi, santai aja, emang mereka nggak nyadar kali ama chasing kamu.

Masih untung dipanggil bapak, coba kalo dipanggil Pak De...??

Untungnya lagi nggak nular ke aku, coba kalau aku dipanggil ibu...hmmm....suka deh...!!! halah

Kamis, 19 Juni 2008

Jelang Senja di Cengklik Reservoir

Bagi anda penggila fotografi yang mungkin sempat menyediakan selang waktu khusus untuk melakukan ritual hunting foto, coba sejenak nikmatilah pesona Waduk Cengklik, yang berlokasi di Desa Ngargorejo & Sobokerto Kec. Ngemplak Kabupaten Boyolali.

Lokasinya sangat mudah dijangkau. Jika anda menempuh perjalanan menuju Kota Solo, sebelum masuk ke kota tersebut, putarlah stir kendaraan anda ke arah Bandara Adisoemarmo.

Sebelum masuk ke area bandara itu, anda akan melihat petunjuk arah menuju Cengklik Reservoir, atau tepatnya berbelok ke kiri setelah melewat sebuah jembatan kecil.

Waduk ini memang tidak jauh berbeda dengan waduk-waduk lainnya yang mungkin pernah disinggahi. Puluhan orang yang sedang asyik memancing bisa kita temui disini. Lalu, ada pula nelayan yang menggunakan getek (rakit dari bambu) dengan gagahnya membelah tenangnya air di waduk itu menuju ke titik tengah.

Semuanya layak untuk diabadikan.

Jangan berhenti disitu. Tapi, berjalanlah menuju ke sisi timur waduk, tepatnya di bekas dermaga yang kini jauh dari terawat. Hanya tinggal belulang besi yang masih berdiri kokoh.

Saat anda berdiri disini, puluhan rakit yang terikat ditepi bisa menjadi deretan menarik yang patut masuk dalam daftar bidikan kamera anda. Di titik point ini, anda bisa mengucapkan selamat tinggal pada mentari. Bahkan, jika cuaca sangat cerah, agungnya Gunung Merapi dan Merbabu begitu eksotis.

Keduanya terlihat mesra dan saling berpelukan. Tidak jumawa antara satu dengan lainnya.

Oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali, Waduk Cengklik tersebut dijadikan sebagai obyek wisata alam. Tetapi, sentuhan yang muncul, jauh dari kata terawat.

Kalau toh dipungut bayaran untuk masuk ke lokasi itu, tidak lebih semacam pungli yang tidak jelas peruntukannya.

Ya, seperti pada senja kemarin saat saya berkesempatan mengabadikan eksotika Waduk Cengklik , meski dengan segala keterbatasan dan kemampuan fotografi yang saya miliki.

Entah besok atau nanti, atau mungkin hari ini, tak akan pernah bosan untuk kembali menyambangi lokasi ini.



Minggu, 01 Juni 2008

Pelaku Industri....Teriaklah Lantang...!!!!

Pemerintah kembali menetapkan harga bahan bakar untuk sektor industri mengalami kenaikan antara 7,3% hingga 14,6% mulai awal bulan Juni ini.

Sebelumnya pemerintah juga mengumumkan kenaikan harga BBM non industri sebesar 28,7% dua pekan lalu yang hingga kini gejolaknya masih dirasakan, bahkan ditentang oleh berbagai kalangan mahasiswa dan beberapa elemen masyarakat.

Kenaikan harga BBM bagi kalangan industri kali ini benar-benar pukulan telak. Belum pulih kesadaran mereka dengan melambungnya harga bahan baku serta pemberlakuan sistem intensifikasi/disintensifikasi penggunaan listrik, mereka dihantam lagi dengan kenaikan bahan bakar.

Imbas kenaikan bahan bakar non industri secara serta merta berpengaruh pada melonjaknya ongkos transportasi dan kemungkinan tuntutan kenaikan tunjangan makan dan transport karyawan.

Sepertinya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) terlalu lunak menyikapi hal ini. Mereka juga seolah kehilangan akal untuk menolak kebijakan pemerintah yang sebenarnya secara pelan mematikan pelaku industri.

Di Surakarta, Ketua Apindo Surakarta Baningsih Bradach Tedjokartono menyikapi dampak kenaikan harga bahan bakar dengan sikap yang masih terlalu manis.

Padahal, pengusaha secara terang-terangan telah disudutkan oleh manuver-manuver pemerintah yang sangat tidak berpihak pada pelaku industri.

Pemerintah boleh berdalih kebijakan soal BBM untuk menyelamatkan APBN negara dari neraca defisit, tetapi secara tidak langsung pemerintah juga menyulut api goyahnya roda industri di tanah air.

Tidak mengherankan jika berbagai perusahaan yang dulunya pernah berkiprah di Indonesia, memilih mengalihkan investasinya ke negara lain.

Tidak jelasnya kepastian hukum, tipisnya batas keamanan serta tidak kunjung berakhirnya gejolak ekonomi memaksa investor cukup enggan melirik pasar dalam negeri.

Lagi-lagi pemerintah seolah "buta hati", jika pemerintah yakin pelaku industri di tanah air masih mampu mensiasati kondisi berbagai kenaikan ini melalui berbagai efisiensi misalnya, nasib ribuan buruh di tanah air terancam dikandangkan.

Hal ini yang tidak pernah dilihat dengan kacamata bening. Industrinya memang tetap bertahan, tetapi nasib ribuan karyawannya diujung tanduk. Padahal, sejarah pemutusan hubungan kerja bagi kaum buruh di republik ini belum sepenuhnya memperhatikan hak-hak kaum buruh.

Secara pribadi, saya bukanlah orang yang anti pemerintah. Tetapi, berbagai lelucon yang ditawarkan pemerintah akhir-akhir ini, memaksa untuk terus menerus mengkritik kebijakan pemerintah itu.

Pelaku industri tanah air, cukuplah bersabar. Kini saatnya berteriak....!!!